Kotak penyimpan berisi bagian dari kotak hitam (black box) pesawat
Lion Air bernomor registrasi PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610
terlihat setelah diambil dari perairan Karawang, Jawa Barat (1/11). (AFP
Photo/Malekiano)
Jakarta - Black box Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 telah ditemukan. Meski disebut kotak hitam, perangkat itu sejatinya berwarna oranye.
Kotak hitam ditemukan Sertu Marinir Hendra Syahputra dan timnya di kedalaman 35 meter. Sekitar 500 ratus meter dari titik koordinat hilang kontak. Dan bukan perkara mudah untuk mendapatkannya.
Para personel Kesatuan Taifib Korps Marinir harus melawan arus sangat kencang. Agar tak terseret laut yang ganas, mereka wajib berpegangan ke tali. Berbekal alat penangkap sinyal black box, tim diarahkan ke sebuah titik di dasar laut. Ada endapan lumpur di sana.
Awalnya para penyelam sempat ragu. Tak banyak serpihan Lion Air nahas yang ditemukan. "Alatnya menimbulkan bunyi sensitif, kami gali lumpur tersebut dan mendapatkan black box," kata Sertu Hendra, Kamis (1/11/2018). Perangkat itu ditemukan dalam kondisi utuh.
Setelah dimasukkan ke dalam container box berwarna biru, kotak hitam kemudian dibawa menggunakan Kapal Baruna Jaya milik BPPT ke posko di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selanjutnya, diserahkan kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
"Kami serahkan kepada KNKT. Urusan kami melakukan pencarian," ujar Kepala Basarnas Marsekal Muda TNI (Marsda) M Syaugi di atas Kapal Baruna Jaya, Karawang.
Keberadaan black box Lion Air terdeteksi menyusul adanya suara ping locator. "Jadi di black box itu ada ping yang bisa berbunyi, tit tit tit, suara itu terdengar," kata Syaugi.
Kotak hitam Lion Air nahas, yang ditemukan setelah empat hari pencarian, memiliki peran krusial untuk mengungkap misteri jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX 8 itu ke Tanjung Karawang, 13 menit setelah mengudara dari Jakarta menuju Pangkalpinang, Senin 29 Oktober 2018.
Namun, dari dua kotak hitam, baru satu yang berhasil diangkat dari laut. Black box biasanya terdiri dari dua perangkat, yakni Flight Data Recorder (FDR) yang merekam data penerbangan dan Cockpit Voice Recorder (CVR) yang merekam pembicaraan di kokpit, antara para penerbang dan petugas pengendali lalu lintas udara (ATC).
Bagian kotak hitam pesawat Lion Air yang ditemukan merupakan FDR. "Ini bukan bagian yang merekam percakapan pilot dan menara pengawas di dalam kokpit," kata Syaugi. "Mudah-mudahan bagian yang lain segera kita temukan."
Investigator KNKT, Bambang Iriawan pun memastikan, bagian black box yang ditemukan itu adalah FDR.
"Ini berisi flight data recorder (FDR). Cockpit voice recorder (CVR) belum (ditemukan)," ujar Bambang.
Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengapresiasi tim gabungan yang telah menemukan kotak hitam pesawat Lion Air.
Temuan tersebut dapat membantu penyelidik untuk mencari tahu apa yang terjadi sebelum kecelakaan terjadi.
"Berarti ini baru satu, diharapkan satu bisa ditemukan agar makin lengkap," kata Budi di kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta Pusat, Kamis (1/11/2018).
Selanjutnya kata dia, pihak KNKT akan melakuan penyelidikan. "Untuk selanjutnya, memberikan hasilnya kepada kami," kata Budi Karya.
Kotak hitam ditemukan Sertu Marinir Hendra Syahputra dan timnya di kedalaman 35 meter. Sekitar 500 ratus meter dari titik koordinat hilang kontak. Dan bukan perkara mudah untuk mendapatkannya.
Para personel Kesatuan Taifib Korps Marinir harus melawan arus sangat kencang. Agar tak terseret laut yang ganas, mereka wajib berpegangan ke tali. Berbekal alat penangkap sinyal black box, tim diarahkan ke sebuah titik di dasar laut. Ada endapan lumpur di sana.
Awalnya para penyelam sempat ragu. Tak banyak serpihan Lion Air nahas yang ditemukan. "Alatnya menimbulkan bunyi sensitif, kami gali lumpur tersebut dan mendapatkan black box," kata Sertu Hendra, Kamis (1/11/2018). Perangkat itu ditemukan dalam kondisi utuh.
Setelah dimasukkan ke dalam container box berwarna biru, kotak hitam kemudian dibawa menggunakan Kapal Baruna Jaya milik BPPT ke posko di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selanjutnya, diserahkan kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
"Kami serahkan kepada KNKT. Urusan kami melakukan pencarian," ujar Kepala Basarnas Marsekal Muda TNI (Marsda) M Syaugi di atas Kapal Baruna Jaya, Karawang.
Keberadaan black box Lion Air terdeteksi menyusul adanya suara ping locator. "Jadi di black box itu ada ping yang bisa berbunyi, tit tit tit, suara itu terdengar," kata Syaugi.
Kotak hitam Lion Air nahas, yang ditemukan setelah empat hari pencarian, memiliki peran krusial untuk mengungkap misteri jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX 8 itu ke Tanjung Karawang, 13 menit setelah mengudara dari Jakarta menuju Pangkalpinang, Senin 29 Oktober 2018.
Namun, dari dua kotak hitam, baru satu yang berhasil diangkat dari laut. Black box biasanya terdiri dari dua perangkat, yakni Flight Data Recorder (FDR) yang merekam data penerbangan dan Cockpit Voice Recorder (CVR) yang merekam pembicaraan di kokpit, antara para penerbang dan petugas pengendali lalu lintas udara (ATC).
Bagian kotak hitam pesawat Lion Air yang ditemukan merupakan FDR. "Ini bukan bagian yang merekam percakapan pilot dan menara pengawas di dalam kokpit," kata Syaugi. "Mudah-mudahan bagian yang lain segera kita temukan."
Investigator KNKT, Bambang Iriawan pun memastikan, bagian black box yang ditemukan itu adalah FDR.
"Ini berisi flight data recorder (FDR). Cockpit voice recorder (CVR) belum (ditemukan)," ujar Bambang.
Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengapresiasi tim gabungan yang telah menemukan kotak hitam pesawat Lion Air.
Temuan tersebut dapat membantu penyelidik untuk mencari tahu apa yang terjadi sebelum kecelakaan terjadi.
"Berarti ini baru satu, diharapkan satu bisa ditemukan agar makin lengkap," kata Budi di kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta Pusat, Kamis (1/11/2018).
Selanjutnya kata dia, pihak KNKT akan melakuan penyelidikan. "Untuk selanjutnya, memberikan hasilnya kepada kami," kata Budi Karya.
Corporate
Communications Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro
mengatakan, pihaknya menyerahkan hal-hal terkait penemuan benda-benda
bagian pesawat seperti black box kepada pihak Basarnas.
"Jadi kami belum bisa menyampaikan apa-apa ya. Apapun hasilnya mengacu pada Basarnas," kata Danang kepada Liputan6.com.
Dia mengatakan, terkait investigasi kecelakaan Lion Air penerbangan JT 610, pihaknya menyerahkan kepada KNKT. Sedangkan untuk proses pencarian atau evakuasi penumpang, kru, dan pesawat, pihaknya berkoordinasi dan bekerja sama dengan Basarnas dan pihak lainnya yang berwenang. Kemudian, untuk proses identifikasi diserahkan kepada kepolisian.
"Mohon maaf saat ini saya belum bisa memberikan komentar apapun mengenai benda apa saja yang ditemukan. Namun Lion Air juga akan menunggu hasil kepastian dan yang berhak menyampaikan apa dan benda apa itu dari Basarnas," kata Danang.
Ketua Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono juga berterimakasih pada Basarnas, TNI, Polri, BPPT dan Pertamina yang membantu penemuan bagian kotak hitam Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610
"FDR ini untuk mengetahui kecepatan, ketinggian, arah yang ada di pesawat, jadi dengan adanya ini kita bisa menguak penyebab kecelakaan," ucap di Posko Basarnas Jakarta International Container Terminal (JICT) II, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (1/11/2018).
Dia menjelaskan, untuk mengunduh hasil dari penelitian FDR dibutuhkan waktu sekitar dua minggu.
"Untuk men-download mungkin diperlukan satu sampai dua minggu," kata Soerjanto.
Dia mengatakan, berbeda dengan FDR, CVR berisi data percakapan pilot dengan menara pemancar, pilot dengan kopilot, pilot dengan awak pesawat, dan pembicaraan pilot di kokpit.
Sementara itu, seperti dilansir Antara, kotak hitam yang ditemukan akan segera dibawa ke laboratorium untuk dipastikan apakah itu FDR atau CVR. Meski sekilas keduanya tidak berbeda, namun FDR memiliki kabel yang lebih banyak.
FDR menyimpan data 25 jam penerbangan terakhir. Karenanya, pihak investigator tidak hanya dapat melihat data terkait penerbangan terakhir, tetapi juga penerbangan sebelumnya.
Dia mengatakan dari suara ping yang terlacak, lokasi CVR berada tidak jauh dari tempat ditemukan FDR. Kedua benda ini dibutuhkan untuk melengkapi data investigasi terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh pada Senin 29 Oktober 2018.
Saat pencarian CVR, suaranya tidak terlalu jelas karena di sekitar lokasi tersebut banyak kapal, untuk itu pencarian esok hari (Jumat) akan diubah strateginya agar CVR dapat segera ditemukan.
Ping locator kotak hitam, ujar dia, dapat memancarkan sinyal selama 30 hari, sehingga pencarian setelah itu tidak dimungkinkan.
Wakil ketua KNKT Haryo Satmiko mengatakan, sesuai kesepakatan, pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan Amerika Serikat, selaku negara yang memproduksi pesawat yang jatuh di Tanjung Karawang untuk melakukan investigasi.
"Kerja sama ini untuk mempercepat dan mengoptimalkan hasil investigasi," kata dia dalam jumpa pers di KNKT.
Investigator KNKT, Ony Soerjo Wibowo menambahkan, pihaknya akan memeriksa kepastian bagian kotak hitam yang ditemukan.
"Kita akan periksa dulu, verifikasi. Masih banyak cara, kami punya caranya. Percayakan kepada kami," kata dia di KNKT.
Dia berharap, satu bagian kotak hitam bisa ditemukan lagi. "Kalau dua-duanya ditemukan, bagus tapi kalau tidak ada kita masih punya banyak cara untuk meneliti kecelakan ini kenapa terjadi," kata dia.
Dia mengatakan, sesuai acuan peraturan menteri, KNKT diberi waktu 1 tahun untuk menyelesaikan laporan. Tapi sebelum itu, dalam jangka waktu 1 bulan, KNKT wajib menerbitkan preliminary report yang berisi mengenai data dan fakta apa yang terjadi pada pesawat ini tanpa analisis, penjelasan, dan penyebab.
"Jadi yang kita ungkap adalah data dan faktanya saja. Kenapa? kami masih butuh waktu untuk melakukan banyak hal, untuk memeriksa flight data recorder.
Ia berharap, data yang ada dalam perangkat kotak hitam yang ditemukan dapat diakses.
Secara terpisah, pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, dengan penemuan kotak hitam, masih butuh waktu panjang untuk mengungkap misteri penyebab jatuhnya Lion Air di Tanjung Karawang.
Dia menjelaskan, data dari black box harus ditransfer dulu ke komputer, kemudian dianalisis, disinkronisasi, lalu dilakukan simulasi.
"Crosscheck dengan dokumen perusahaan dan serpihan bangkai pesawat, dan jasad penumpang pun dipelajari. Proses itu sekitar 6 bulan sampai 1 tahun," kata Alvin Lie ketika dihubungi Liputan6.com, Kamis (1/11/2018).
Menurutnya, lamanya proses tersebut karena data dalam recoder tersebut sangat banyak dan rumitnya aspek parameter pesawat.
Dia mengatakan, walaupun baru satu bagian black box yang ditemukan, yaitu FDR, investigasi sudah bisa dilakukan. Data yang ada dianalisis terlebih dahulu baru kemudian dilengkapi data dari Cockpit Voice Recorder (CVR) yang masih dalam pencarian.
"Yang diteliti bukan hanya data black box, ini nanti kan mulai ketemu tubuhnya pesawat, sayapnya, dari data yang ada di FDR dan VCR nanti dicocokkan dengan bangkai pesawat juga," ucap dia.
Dia mengatakan, ada prosedur dan standar dalam investigasi sehingga prosesnya tak bisa dipercepat. Apalagi selain KNKT, investigasi melibatkan sejumlah pihak, seperti Boeing yang memproduksi pesawat Lion Air yang jatuh.
"Sudah ada SOP-nya dan semua tahapan bukan hanya dilalui tapi diulang-ulang, dicermati, rekaman itu didengarkan lagi, dibaca lagi, dianalisis kenapa terjadi, apakah ada kaitannya satu parameter dengan parameter lain," kata dia.
Dia pun menilai, pernyataan polisi yang menyatakan dari 48 kantong jenazah, tidak ada satu pun bodypart yang luka bakar, artinya pesawat Lion Air yang jatuh di Tanjung Karawang tidak meledak.
"Artinya pesawat tidak meledak, tidak mengalami kebakaran berarti tidak meledak. Mungkin pesawat itu pecah ketika jatuh menyentuh permukaan air. Ketika impact itu," tutur dia.
Pesawat pecah ketika menyentuh air. Dia menduga, kapal terbang sudah tidak terkendali lagi pada waktu jatuh. Nasih nahas ini juga dialami sejumlah pesawat seperti Airbus 330 yang jatuh di perairan Brasil, Adam Air, hingga Air Asia 8501. "Tidak meledak di atas tapi ketika menghujam ke laut, pecah badan pesawat itu," kata dia.
Pengamat penerbangan Chappy Hakim juga mengatakan, tidak ada standar waktu berapa lama investigasi dalam menemukan penyebab kecelakaan pesawat. Karena, membaca data black box itu membutuhkan sebuah tim yang besar, didiskusikan dan dibahas, serta dibandingkan dengan data awal, dan sebagainya.
"Jadi tergantung timnya bekerja bagaimana, dan data-datanya apakah lebih mudah diperoleh atau tidak. Jadi tidak ada batasan waktu yang bisa dikatakan sekian waktu," kata dia kepada Liputan6.com.
Chappy mengatakan, investigasi biasanya melibatkan banyak pihak seperti tim dari pabrik yang memproduksi pesawat dan badan-badan investigasi asing yang warga negaranya menjadi penumpang hingga akhirnya memperoleh kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Biasanya 8 bulan sampai 1 tahun, mungkin paling cepat 6 bulan. Tapi saya pikir nggak, itu lama. Karena mengumpulkan data itu tidak mudah, membahas dan mendiskusikan masalah yang dihadapi juga butuh waktu yang panjang," kata dia. Bahkan, investigasi bisa dilakukan sampai dua tahun, tergantung permasalahan yang dihadapi dari data-data yang ada.
Chappy mengatakan, kecelakaan pada umumnya terjadi karena peraturan, prosedur, dan regulasi yang dilanggar atau tidak dikerjakan dengan baik. Hasil-hasil penyelidikan kecelakaan itu, biasanya menunjukkan pasti ada hal yang harusnya dikerjakan tapi tidak dikerjakan.
Kepatuhan terhadap aturan regulasi dan ketentuan serta prosedur, kata dia mutlak diperlukan dalam operasi penerbangan. Kalau semua peraturan dipenuhi, kemungkinan terjadinya kecelakaan menjadi tipis.
"Bukan berarti tidak terjadi sama sekali. Tapi, kalau aturan itu dikerjakan dengan baik, peraturan-peraturan dipatuhi maka kemungkinan terjadi kecelakaan itu sedikit sekali, kecil sekali," tegas Chappy.
Sumber : www.liputan6.com
"Jadi kami belum bisa menyampaikan apa-apa ya. Apapun hasilnya mengacu pada Basarnas," kata Danang kepada Liputan6.com.
Dia mengatakan, terkait investigasi kecelakaan Lion Air penerbangan JT 610, pihaknya menyerahkan kepada KNKT. Sedangkan untuk proses pencarian atau evakuasi penumpang, kru, dan pesawat, pihaknya berkoordinasi dan bekerja sama dengan Basarnas dan pihak lainnya yang berwenang. Kemudian, untuk proses identifikasi diserahkan kepada kepolisian.
"Mohon maaf saat ini saya belum bisa memberikan komentar apapun mengenai benda apa saja yang ditemukan. Namun Lion Air juga akan menunggu hasil kepastian dan yang berhak menyampaikan apa dan benda apa itu dari Basarnas," kata Danang.
Ketua Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono juga berterimakasih pada Basarnas, TNI, Polri, BPPT dan Pertamina yang membantu penemuan bagian kotak hitam Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610
"FDR ini untuk mengetahui kecepatan, ketinggian, arah yang ada di pesawat, jadi dengan adanya ini kita bisa menguak penyebab kecelakaan," ucap di Posko Basarnas Jakarta International Container Terminal (JICT) II, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (1/11/2018).
Dia menjelaskan, untuk mengunduh hasil dari penelitian FDR dibutuhkan waktu sekitar dua minggu.
"Untuk men-download mungkin diperlukan satu sampai dua minggu," kata Soerjanto.
Dia mengatakan, berbeda dengan FDR, CVR berisi data percakapan pilot dengan menara pemancar, pilot dengan kopilot, pilot dengan awak pesawat, dan pembicaraan pilot di kokpit.
Sementara itu, seperti dilansir Antara, kotak hitam yang ditemukan akan segera dibawa ke laboratorium untuk dipastikan apakah itu FDR atau CVR. Meski sekilas keduanya tidak berbeda, namun FDR memiliki kabel yang lebih banyak.
FDR menyimpan data 25 jam penerbangan terakhir. Karenanya, pihak investigator tidak hanya dapat melihat data terkait penerbangan terakhir, tetapi juga penerbangan sebelumnya.
Dia mengatakan dari suara ping yang terlacak, lokasi CVR berada tidak jauh dari tempat ditemukan FDR. Kedua benda ini dibutuhkan untuk melengkapi data investigasi terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh pada Senin 29 Oktober 2018.
Saat pencarian CVR, suaranya tidak terlalu jelas karena di sekitar lokasi tersebut banyak kapal, untuk itu pencarian esok hari (Jumat) akan diubah strateginya agar CVR dapat segera ditemukan.
Ping locator kotak hitam, ujar dia, dapat memancarkan sinyal selama 30 hari, sehingga pencarian setelah itu tidak dimungkinkan.
Wakil ketua KNKT Haryo Satmiko mengatakan, sesuai kesepakatan, pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan Amerika Serikat, selaku negara yang memproduksi pesawat yang jatuh di Tanjung Karawang untuk melakukan investigasi.
"Kerja sama ini untuk mempercepat dan mengoptimalkan hasil investigasi," kata dia dalam jumpa pers di KNKT.
Investigator KNKT, Ony Soerjo Wibowo menambahkan, pihaknya akan memeriksa kepastian bagian kotak hitam yang ditemukan.
"Kita akan periksa dulu, verifikasi. Masih banyak cara, kami punya caranya. Percayakan kepada kami," kata dia di KNKT.
Dia berharap, satu bagian kotak hitam bisa ditemukan lagi. "Kalau dua-duanya ditemukan, bagus tapi kalau tidak ada kita masih punya banyak cara untuk meneliti kecelakan ini kenapa terjadi," kata dia.
Dia mengatakan, sesuai acuan peraturan menteri, KNKT diberi waktu 1 tahun untuk menyelesaikan laporan. Tapi sebelum itu, dalam jangka waktu 1 bulan, KNKT wajib menerbitkan preliminary report yang berisi mengenai data dan fakta apa yang terjadi pada pesawat ini tanpa analisis, penjelasan, dan penyebab.
"Jadi yang kita ungkap adalah data dan faktanya saja. Kenapa? kami masih butuh waktu untuk melakukan banyak hal, untuk memeriksa flight data recorder.
Ia berharap, data yang ada dalam perangkat kotak hitam yang ditemukan dapat diakses.
Secara terpisah, pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, dengan penemuan kotak hitam, masih butuh waktu panjang untuk mengungkap misteri penyebab jatuhnya Lion Air di Tanjung Karawang.
Dia menjelaskan, data dari black box harus ditransfer dulu ke komputer, kemudian dianalisis, disinkronisasi, lalu dilakukan simulasi.
"Crosscheck dengan dokumen perusahaan dan serpihan bangkai pesawat, dan jasad penumpang pun dipelajari. Proses itu sekitar 6 bulan sampai 1 tahun," kata Alvin Lie ketika dihubungi Liputan6.com, Kamis (1/11/2018).
Menurutnya, lamanya proses tersebut karena data dalam recoder tersebut sangat banyak dan rumitnya aspek parameter pesawat.
Dia mengatakan, walaupun baru satu bagian black box yang ditemukan, yaitu FDR, investigasi sudah bisa dilakukan. Data yang ada dianalisis terlebih dahulu baru kemudian dilengkapi data dari Cockpit Voice Recorder (CVR) yang masih dalam pencarian.
"Yang diteliti bukan hanya data black box, ini nanti kan mulai ketemu tubuhnya pesawat, sayapnya, dari data yang ada di FDR dan VCR nanti dicocokkan dengan bangkai pesawat juga," ucap dia.
Dia mengatakan, ada prosedur dan standar dalam investigasi sehingga prosesnya tak bisa dipercepat. Apalagi selain KNKT, investigasi melibatkan sejumlah pihak, seperti Boeing yang memproduksi pesawat Lion Air yang jatuh.
"Sudah ada SOP-nya dan semua tahapan bukan hanya dilalui tapi diulang-ulang, dicermati, rekaman itu didengarkan lagi, dibaca lagi, dianalisis kenapa terjadi, apakah ada kaitannya satu parameter dengan parameter lain," kata dia.
Dia pun menilai, pernyataan polisi yang menyatakan dari 48 kantong jenazah, tidak ada satu pun bodypart yang luka bakar, artinya pesawat Lion Air yang jatuh di Tanjung Karawang tidak meledak.
"Artinya pesawat tidak meledak, tidak mengalami kebakaran berarti tidak meledak. Mungkin pesawat itu pecah ketika jatuh menyentuh permukaan air. Ketika impact itu," tutur dia.
Pesawat pecah ketika menyentuh air. Dia menduga, kapal terbang sudah tidak terkendali lagi pada waktu jatuh. Nasih nahas ini juga dialami sejumlah pesawat seperti Airbus 330 yang jatuh di perairan Brasil, Adam Air, hingga Air Asia 8501. "Tidak meledak di atas tapi ketika menghujam ke laut, pecah badan pesawat itu," kata dia.
Pengamat penerbangan Chappy Hakim juga mengatakan, tidak ada standar waktu berapa lama investigasi dalam menemukan penyebab kecelakaan pesawat. Karena, membaca data black box itu membutuhkan sebuah tim yang besar, didiskusikan dan dibahas, serta dibandingkan dengan data awal, dan sebagainya.
"Jadi tergantung timnya bekerja bagaimana, dan data-datanya apakah lebih mudah diperoleh atau tidak. Jadi tidak ada batasan waktu yang bisa dikatakan sekian waktu," kata dia kepada Liputan6.com.
Chappy mengatakan, investigasi biasanya melibatkan banyak pihak seperti tim dari pabrik yang memproduksi pesawat dan badan-badan investigasi asing yang warga negaranya menjadi penumpang hingga akhirnya memperoleh kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Biasanya 8 bulan sampai 1 tahun, mungkin paling cepat 6 bulan. Tapi saya pikir nggak, itu lama. Karena mengumpulkan data itu tidak mudah, membahas dan mendiskusikan masalah yang dihadapi juga butuh waktu yang panjang," kata dia. Bahkan, investigasi bisa dilakukan sampai dua tahun, tergantung permasalahan yang dihadapi dari data-data yang ada.
Chappy mengatakan, kecelakaan pada umumnya terjadi karena peraturan, prosedur, dan regulasi yang dilanggar atau tidak dikerjakan dengan baik. Hasil-hasil penyelidikan kecelakaan itu, biasanya menunjukkan pasti ada hal yang harusnya dikerjakan tapi tidak dikerjakan.
Kepatuhan terhadap aturan regulasi dan ketentuan serta prosedur, kata dia mutlak diperlukan dalam operasi penerbangan. Kalau semua peraturan dipenuhi, kemungkinan terjadinya kecelakaan menjadi tipis.
"Bukan berarti tidak terjadi sama sekali. Tapi, kalau aturan itu dikerjakan dengan baik, peraturan-peraturan dipatuhi maka kemungkinan terjadi kecelakaan itu sedikit sekali, kecil sekali," tegas Chappy.
Sumber : www.liputan6.com
No comments:
Post a Comment